SEJARAH ISLAM DI SULAWEWSI
KEADAAN MASYARAKAT SULAWESI SEBELUM HADIRNYA
ISLAM
Kronologis keberadaan Islam sebagai bukti sejarah, Islam di
Sulsel masih membutuhkan pengkajian yang mendalam supaya sejarahnya lebih
objektif. Kehadiran budaya Islam pertama kali di Kerajaan Gowa jauh
sebelum diterimanya agama Islam sebagai agama resmi kerajaan. Agama Islam
dibawa oleh para pedagang Muslim dari Arab, Parsia, India, Cina, dan
Melayu ke Ibu Kota Kerajaan Gow, Somba Opu.
Di Mangallekana
Pada abad ke-15, yaitu pada masa pemerintahan Raja Gowa ke- 12
bernama I Monggorai Dg Mammeta Karaeng Bonto Langkasa Tunijallo (1565-1590)
dialah yang memberikan fasilitas bagi para pedagang-pedagang Muslim untuk
bermukim di sekitar istana kerajaan. Para pedagang juga diberi kemudahan untuk
mendirikan masjid di Kampung Mangallekana. Ini merupakan masjid tertua yang
pernah berdiri di Sulsel.
Ribuan pulau yang ada di Indonesia, sejak lama telah menjalin
hubungan dari pulau ke pulau. Hubungan ini pula yang mengantar dakwah menembus
dan merambah Celebes atau Sulawesi. Menurut catatan company dagang Portugis yang
datang pada tahun 1540 saat datang ke Sulawesi, di tanah ini sudah bisa ditemui
pemukiman Muslim di beberapa daerah. Meski belum terlalu besar, namun jalan
dakwah terus berlanjut hingga menyentuh raja-raja di Kerajaan Goa yang beribu
negeri di Makassar.
Beberapa ulama Kerajaan Goa di masa Sultan Alaidin begitu
terkenal karena pemahaman dan aktivitas dakwah mereka. Mereka adalah Khatib
Tunggal, Datuk ri Bandang, datuk Patimang dan Datuk ri Tiro. Dapat diketahui
dan dilacak dari nama para ulama di atas, yang bergelar datuk-datuk adalah para
ulama dan mubaligh asal Minangkabau yang menyebarkan Islam ke Makassar.
Pusat-pusat dakwah yang dibangun oleh Kerajaan Goa inilah yang
melanjutkan perjalanan ke wilayah lain sampai ke Kerajaan Bugis, Wajo Sopeng,
Sidenreng, Tanette, Luwu dan Paloppo.
Kesultanan Gowa atau kadang ditulis Goa, adalah salah satu
kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar yang berdiam di ujung selatan dan
pesisir barat Sulawesi. Wilayah kerajaan ini sekarang berada di
bawah Kabupaten Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya.
Kerajaan ini memiliki raja yang paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin, yang saat itu melakukan peperangan yang
dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669) terhadap VOC yang dibantu oleh Kerajaan Bone yang dikuasai oleh satu wangsa Suku Bugis dengan rajanya Arung Palakka. Perang Makassar bukanlah perang antarsuku
karena pihak Gowa memiliki sekutu dari kalangan Bugis; demikian pula pihak
Belanda-Bone memiliki sekutu orang Makassar. Perang Makassar adalah perang
terbesar VOC yang pernah dilakukannya di abad ke-17.
B. PEMBAWA
ISLAM DI SULAWESI
Kerajaan Bone di Sulawesi lebih dulu menerima agama Islam yang dibawa olehDatuk ri Bandang yang berasal dari Minangkabau sekitar tahun 1605 M. SebenarnyaSayid Jamaluddin al-Kubra lebih dulu sampai di Pulau Buton, yaitu pada tahun 815 H/1412 M. Ulama tersebut diundang
oleh Raja Mulae Sangia i-Gola dan baginda langsung memeluk agama Islam. Lebih kurang seratus tahun kemudian,
dilanjutkan olehSyeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani yang dikatakan datang dari Johor. Ia berhasil mengislamkan Raja Buton yang ke-6 sekitar tahun 948 H/ 1538 M.
Riwayat lain mengatakan tahun 1564 M. Walau bagaimana pun masih
banyak pertikaian pendapat mengenai tahun kedatangan Syeikh Abdul Wahid di Buton. Dalam masa yang sama dengan kedatangan Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al- Fathani, diriwayatkan bahwa di Callasusung
(Kalensusu), salah sebuah daerah kekuasaan Kerajaan Buton, didapati semua penduduknya beragama Islam.
Selain pendapat yang menyebut bahwa Islam datang di Buton berasal dari Johor, ada pula pendapat yang menyebut bahwa Islam datang di Buton berasal dari Ternate. Dipercayai orang-orang Melayu dari berbagai daerah telah lama sampai di Pulau Buton. Mengenainya dapat dibuktikan bahwa walau pun Bahasa yang digunakan dalamKerajaan Buton ialah bahasa Wolio, namun dalam masa yang sama digunakan BahasaMelayu, terutama bahasa Melayu yang dipakai di Malaka, Johor dan Patani. Orang-orang Melayu tinggal di Pulau Buton, sebaliknya orang-orang Buton pula termasuk kaum yang pandai belayar seperti orang Bugis juga.
Orang-orang Buton sejak lama merantau ke seluruh pelosok
dunia Melayudengan menggunakan perahu berukuran kecil yang hanya dapat
menampung lima orang, hingga perahu besar yang dapat memuat barang sekitar 150
ton.
Kerajaan Buton secara resminya menjadi sebuah kerajaan Islam pada masa pemerintahan Raja Buton ke-6, iaitu Timbang Timbangan atau
Lakilaponto atau Halu Oleo.
C. PAHAM
YANG DI KENBANGKAN
Beberapa ulama Kerajaan Goa di masa Sultan Alaidin begitu
terkenal karena pemahaman dan aktivitas dakwah mereka. Mereka adalah Khatib
Tunggal, Datuk ri Bandang, datuk Patimang dan Datuk ri Tiro. Dapat diketahui
dan dilacak dari nama para ulama di atas, yang bergelar datuk-datuk adalah para
ulama dan mubaligh asal Minangkabau yang menyebarkan Islam ke Makassar. Pusat-pusat
dakwah yang dibangun oleh Kerajaan Goa inilah yang melanjutkan perjalanan ke
wilayah lain sampai ke Kerajaan Bugis, Wajo Sopeng, Sidenreng, Tanette, Luwu
dan Paloppo.
D.JALUR-JALUR YANG DI GUNAKAN
proses masuknya islam
di sulawesi
A. Melalui Perdagangan
A. Melalui Perdagangan
Kalau kita melihat
dari sumber sejarah, bahwa penyebaran Islam di
Indonesia khususnya di Sulsel dilakukan oleh parah saudagar Muslim yang
mengadakan kontak dagang antar pulau baik dengan pedagang dalam negeri maupun
dengan dagang antarnegara. Dapatlah dipahami bahwa yang mula-mula membawa agama
Islam ke Sulsel adalah pelaut-pelaut dari Arab, kemudian saudagar-saudagar
India, dan Iran. Selanjutnya Islam disiarkan oleh pedagang-pedagang dari Melayu
dan dari Jawa. Berdasarkan kajian sejarah Islam sudah berpengaruh di Jawa
sekitar tahun 1500-1550 M yaitu pada masa pemerintahan Kerajaan Demak.
Pengaruh Islam semakin kuat setelah Malaka direbut oleh Portugis pada
tahun 1511 M. Setelah jatuhnya Malaka ketangan Portugis, semakin banyak
kerajaan Islam di Pulau Jawa dan sekitarnya. Kerajaan di pesisir pantai di
Pulau Jawa, Kalimantan, Sulsel dan Maluku mulai berinteraksi dengan
pedagang-pedagang Melayu yang beragama Islam. Berdirinya kerajaan-kerajaan di
pesisir Pulau Jawa sekitar tahun 1500-1550 M berlangsung secara bertahap dan
didahului oleh proses islamisasi yang berkesinambungan di kalangan masyarakat.
B. Pengaruh Tionghoa
Indonesia khususnya di Sulsel dilakukan oleh parah saudagar Muslim yang
mengadakan kontak dagang antar pulau baik dengan pedagang dalam negeri maupun
dengan dagang antarnegara. Dapatlah dipahami bahwa yang mula-mula membawa agama
Islam ke Sulsel adalah pelaut-pelaut dari Arab, kemudian saudagar-saudagar
India, dan Iran. Selanjutnya Islam disiarkan oleh pedagang-pedagang dari Melayu
dan dari Jawa. Berdasarkan kajian sejarah Islam sudah berpengaruh di Jawa
sekitar tahun 1500-1550 M yaitu pada masa pemerintahan Kerajaan Demak.
Pengaruh Islam semakin kuat setelah Malaka direbut oleh Portugis pada
tahun 1511 M. Setelah jatuhnya Malaka ketangan Portugis, semakin banyak
kerajaan Islam di Pulau Jawa dan sekitarnya. Kerajaan di pesisir pantai di
Pulau Jawa, Kalimantan, Sulsel dan Maluku mulai berinteraksi dengan
pedagang-pedagang Melayu yang beragama Islam. Berdirinya kerajaan-kerajaan di
pesisir Pulau Jawa sekitar tahun 1500-1550 M berlangsung secara bertahap dan
didahului oleh proses islamisasi yang berkesinambungan di kalangan masyarakat.
B. Pengaruh Tionghoa
Sebagaimana dicatat
dalam sumber sejarah bahwa, Islam di Jawa juga
disiarkan oleh seorang pelancong Tionghoa Muslim bernama Ma Huan. Ma Huan yang
membawa seorang pembesar Tiongkok, kala itu, mengunjungi Tuban, Gresik, dan
Surabaya, daerah di pesisir utara Pulau Jawa. Sebangian besar orang Tionghoa di
wilayah pesisir utara Pulau Jawa pada tahun 855 M telah memeluk Islam dan
orang-orang pribumi yang penyembah berhala ikut memeluk Islam seperti orang
Tionggoa itu. Kesadaran orang-orang Melayu memeluk Islam tumbuh dan berkembang
di Sulsel tidak lepas dari aktivitas perdagangan yang berlangsung sampai ke
kepulauan nusantara terutama di Maluku.
Seorang Muslim dari Persi yang pernah mengunjungi belahan timur Indonesia
memberikan informasi tentang masuknya Islam di Sulsel. Ia mengatakan bahwa di
Sula (Sulawesi) terdapat orang-orang Islam pada waktu itu kira-kira pada akhir
abad ke-2 Hijriah. Dia juga yang mengabarkan tentang kehadiran Islam di
kalangan masyarakat Sulsel. Menurut dia, Islam di Sulsel juga dibawa sayyid
Jamaluddin Akbar Al-Husaini yang datang dari Aceh lewat Jawa (Pajajaran).
Sayyid Jamaluddin datang atas undangan raja yang masih beragama Budha, Prabu
Wijaya yang memerintah Pajajaran pada tahun 1293-1309. Sayyid Jamaluddin Akbar
Al Husaini melanjutkan perjalanan ke Sulsel bersama rombongannya 15 orang.
Mereka masuk ke daerah Bugis dan menetap di Ibu Kota Tosorawajo dan meninggal
di sana sekitar tahun 1320 M. Inilah suatu bukti bahwa jauh sebelum Islam
diterima secara resmi sebagai agama kerajaan di Sulsel pemahaman Islam sudah
ada di masyarakat lewat interaksi sosial dan hubungan dagang antar individu
maupun berkelompok.
disiarkan oleh seorang pelancong Tionghoa Muslim bernama Ma Huan. Ma Huan yang
membawa seorang pembesar Tiongkok, kala itu, mengunjungi Tuban, Gresik, dan
Surabaya, daerah di pesisir utara Pulau Jawa. Sebangian besar orang Tionghoa di
wilayah pesisir utara Pulau Jawa pada tahun 855 M telah memeluk Islam dan
orang-orang pribumi yang penyembah berhala ikut memeluk Islam seperti orang
Tionggoa itu. Kesadaran orang-orang Melayu memeluk Islam tumbuh dan berkembang
di Sulsel tidak lepas dari aktivitas perdagangan yang berlangsung sampai ke
kepulauan nusantara terutama di Maluku.
Seorang Muslim dari Persi yang pernah mengunjungi belahan timur Indonesia
memberikan informasi tentang masuknya Islam di Sulsel. Ia mengatakan bahwa di
Sula (Sulawesi) terdapat orang-orang Islam pada waktu itu kira-kira pada akhir
abad ke-2 Hijriah. Dia juga yang mengabarkan tentang kehadiran Islam di
kalangan masyarakat Sulsel. Menurut dia, Islam di Sulsel juga dibawa sayyid
Jamaluddin Akbar Al-Husaini yang datang dari Aceh lewat Jawa (Pajajaran).
Sayyid Jamaluddin datang atas undangan raja yang masih beragama Budha, Prabu
Wijaya yang memerintah Pajajaran pada tahun 1293-1309. Sayyid Jamaluddin Akbar
Al Husaini melanjutkan perjalanan ke Sulsel bersama rombongannya 15 orang.
Mereka masuk ke daerah Bugis dan menetap di Ibu Kota Tosorawajo dan meninggal
di sana sekitar tahun 1320 M. Inilah suatu bukti bahwa jauh sebelum Islam
diterima secara resmi sebagai agama kerajaan di Sulsel pemahaman Islam sudah
ada di masyarakat lewat interaksi sosial dan hubungan dagang antar individu
maupun berkelompok.
Hak Istimewa
Pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-10, di Sulsel pernah menetap
seorang
dari Jawa bernama Anakoda Bonang yang membawa saudagar melayu Muslim yang
memimpin perdagangan dari Pahang, Patani, Johor, Campa, dan Minangkabau.
Rombongan Anakoda Bonang ini diberi hak istimewa oleh raja. Pada masa itu
Sulsel sudah menjalin hubungan dengan berbagai daerah di Sumatera, Jawa,
Malaka, dan Hindia. Di Makassar, pada masa itu, sudah ada koloni dagang
orang-orang asing dari daerah itu. Sehubungan dengan strategi orang-orang Melayu yang mendirikan
dari Jawa bernama Anakoda Bonang yang membawa saudagar melayu Muslim yang
memimpin perdagangan dari Pahang, Patani, Johor, Campa, dan Minangkabau.
Rombongan Anakoda Bonang ini diberi hak istimewa oleh raja. Pada masa itu
Sulsel sudah menjalin hubungan dengan berbagai daerah di Sumatera, Jawa,
Malaka, dan Hindia. Di Makassar, pada masa itu, sudah ada koloni dagang
orang-orang asing dari daerah itu. Sehubungan dengan strategi orang-orang Melayu yang mendirikan
kerajaan-kerajaan yang berpaham Islam di sekitar Pulau Jawa,
dalam lontara di
jelaskan, Raja Gowa ke-12, I Manggorai Daeng Mammeta Tunijallo (1565-1590)
bersahabat baik dengan raja-raja di Pulau Jawa bagian barat. Raja Gowa
memberikan fasilitas kepada para saudagar Muslim untuk menetap di sekitar
Istana Kerajaan Gowa.
jelaskan, Raja Gowa ke-12, I Manggorai Daeng Mammeta Tunijallo (1565-1590)
bersahabat baik dengan raja-raja di Pulau Jawa bagian barat. Raja Gowa
memberikan fasilitas kepada para saudagar Muslim untuk menetap di sekitar
Istana Kerajaan Gowa.
Islam di Sulsel
mencapai puncak keemasannya sekitar awal abad ke-18 yang
ditandai dengan berlakunya syariat Islam dalam berinteraksi sosial.
ditandai dengan berlakunya syariat Islam dalam berinteraksi sosial.
E. BUKTI-BUKTI PENINGGALAN SEJARAH ISLAM
Banyak terdapat
bukti-bukti peninggalan sejarah Islam di Sulawesi, dan berikut di antrara
bukti-bukti tersebut:
1. Dalam catatan Lontara Bilang tertulis bahwa
raja pertama yang memeluk agama Islam tahun 1603 adalah Kanjeng Matoaya,
Raja ke-4 dari Kerajaan Tallo. Penyiar agama Islam di daerah ini berasal dari
Demak, Tuban, dan Gresik. Oleh karena itu Islam masuk melalui Raja dan
masyarakat Gowa Tallo.
2. Masjid Hila yaitu masjid pertama Datuk Tiro di
Kabupaten Bulukumba yang didirikan oleh Al-Maulana Khotib Bungsu atau Datuk
Tiro. Setelah Luru Daeng Biasa masuk Islam, maka Datuk Tiro membuat masjid
Hila.
3. Batu karang berbentuk bukit karang kecil di
tengah pantai Semboang dengan tinggi 15 meter, adalah makam Karaeng Sapo Batu,
karena Raja Tiro pertama bernama Karaeng Raja Daeng Malaja.
4. Obyek tinggalan arkeologi Islam yang berada di
kota Manado berupa makam tua yang terdapat di kmpleks pekuburan Islam
Tuminting. Secara umum bangunan makam memiliki tiga unsur yang menjadi
kelengkapan satu dengan lainnya, yaitu:
- Kijing (jirat), dasar yang berbentuk
persegi panjang dengan berbagai bentuk variasi.
- Nisan, berupa tanda yang terbuat dari kayu,
batu atau logam yang diletakkan di atas kijing. Nisan ada yang dipasang
pada bagian kepala saja, atau kepala dan kaki.
- Cungkup, berupa bangunan pelindung
beratap untuk melindungi makam dari hujan.
5. Benda bersejarah yang berkaitan dengan
masuknya agama Islam di Lembah Palu, Sulawesi Tengah, tidak hanya berupa
Al-Qur’an kuno saja. Ada sejumlah naskah yang hadir di tengah masyarakat lembah
Palu bersamaan dengan masuknya Islam. Naskah tersebut di antaranya berupa
naskah Kutika dan Naskah Lontara.
6. Masjid di Mangallekana Kabupaten Gowa dan pelaksanaan Islam
sebelum abad 16.
F. KESIMPULAN
Kesimpulan dari
makalah ini adalah:
a. Sebelum hadirnya Islam, masyarakat di Sulawesi
telah menganut agama Katholik, Kristen, Hindu, dan Budha, serta animisme. Kaya tradisi dan kebudayaan kuno. Kemudian
setelah hadirnya Islam di Sulawesi terjadilah perubahan yang cukup signifikan
dalam segi hubungan social antar penduduk
serta perdagangan, tetapi tidak menghapus tradisi yang ada.
b. Islam datang di Sulawesi dan menyebar secara damai dan
santun. Pertama hadir pada abad ke-15 Masehi di Kerajaan Gowa di Daerah
Mangalekana, yang dibawa oleh para pedagang muslim dari Arab, Persia,
India, Cina, dan Melayu ke Ibukota Kerajaan Gowa, Seomba Opu.kemudian disebarkan oleh tiga Datuk
dari Sumatera yaitu: Datuk Ri Tiro, Datuk Patimang, dan Datuk Ri Bandang.
Aliran atau corak yang dibawa adalah sufistik dan tasauf. Karena selain selain
mereka ahli dalam bidang sufistik dan tasauf, hal ini pun sesuai dengan masyarakat
yang lebih mmenyukai hal-hal yang bersifat kebatinan. Setelah Islam berkembang
di Sulawesi Selatan lambat laun terus menyebar ke seluruh daerah di pulau
Sulawesi.
DAFTAR PUSTAKA
yatim, Badri .1993.Sejarah
Peradaban Islam : Dirasah Islamiyah II.Jakarta:Raja Grafindo Persada
Abdullah, Taufik.
1990. Sejarah Lokal di Indonesia.Yogyakarta:Gama University Press
Harun, Yahya. 1995.
Kerajaan Islam Nusantara Abad XVI dan XVII / M.Yogyakarta: Kurnia Kalam
Sejahtera
0 komentar:
Silahkan Komentar di bawah kalau ada yang tidak di mengerti, Fast respon :D
terimakasih